Senin, 15 November 2010


Sembari menimang wayang Golek Gambyong, Ki Dalang Seno Nugroho mengakhiri Pagelaran Amal Wayang Kulit Semalam Suntuk ‘Peduli Merapi' dengan lakon 'Kresna Kalanjaya'. Pagelaran ini diselenggarakan oleh Paguyuban Seni Warga Laras, nDalem Yudhaningratan, Yogyakarta, Sabtu, 13 November 2010.

Berbeda dengan wayang golek Sunda, khasanah wayang golek di Jawa Tengah dan Jawa Timur berkaitan dengan seni pertunjukan rakyat yang bernafaskan ajaran Islam.

Golek Gambyong adalah satu-satunya wayang golek yang muncul di saat terakhir dalam pertunjukan wayang kulit dalam tradisi Jawa. Bentuknya kecil, ditatah dan disungging dengan begitu indah, serta berbusana kain batik tulis yang halus dan mahal. Bahkan terkadang juga berhiaskan intan permata. Wayang Golek Gambyong hanya ditampilkan dan dimainkan Ki Dalang dalam tempo singkat, pada saat akhir lakon penutup pertunjukan wayang kulit.

Kehadiran Golek Gambyong diduga berkaitan dengan Tari Gambyong atau acapkali disebut Tayub. Ada pula anggapan bahwa kehadiran Wayang Golek Gambyong ini hanya penerusan tradisi lama. Dahulu, biasanya muncul penari yang langsung berkomunikasi dengan penonton menjelang dan sesudah pertunjukan wayang kulit sambil menyampaikan filosofi lakon wayang yang dipertunjukkan.

Esensi kehadiran Golek Gambyong pada masa kini adalah golekana makna hakekat (carilah makan hakekat) yang bisa diambil dari pertunjukan yang telah digelar, yang dapat diambil sebagai tepo patuladan (suri teladan) dan bekal diri masing-masing penonton untuk kembali berkiprah di masyarakat.

Wayang Golek Gambyong yang umumnya cantik, indah dan dibuat secara khusus, kini menjadi salah satu benda seni yang langka.

Teks & foto: Agus Yuniarso; Narasumber: Danang Purbaningrat; Referensi: Katalog Pameran “ Seni Kriya Boneka Jawa : Loro Blonyo, Golek Gambyong dan Menak “, Bentara Budaya, Jakarta, 1993.
Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Subscribe
Boleh Juga Inc.