Pasren di ruang utama Museum Sono Budoyo, Yogyakarta.
Pasren atau Petanen adalah salah satu bagian dalam rumah tradisional Jawa tempo doeloe. Sebuah ruang yang menjadi wujud penghormatan ritual orang Jawa kepada Sang Hyang Sri Nyi Pohaci atau Dewi Sri.
Pada jaman dahulu, para petani Jawa percaya bahwa kemakmuran hidup dan keberhasilan panen mereka sangat tergantung pada kemurahan Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan dan Dewi Padi. Untuk itu mereka menyediakan tempat khusus di dalam rumah mereka yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal Dewi Sri.
Dalam sebuah rumah, Pasren terletak di senthong atau bilik sebelah belakang atau tengah. Di dalamnya diletakkan sebuah amben atau dipan (tempat tidur) dan diatapi dengan robyong atau hiasan kain lipat. Amben ini dilengkapi dengan kasur, bantal dan guling yang berlukiskan bunga-bungaan, disertai dengan langse atau kelambu.
Di depan Pasren diletakkan wadah untuk menyimpan beras yang disebut pedharingan, kendi, dian minyak kelapa yang disebut jlupak, sepasang lampu sewu, serta kecohan. Sebuah ukiran atau gambar Burung Garuda dipasang di sisi atas amben.
Para petani Jawa percaya, bahwa sewaktu-waktu Dewi Sri berkenan turun ke rumah mereka. Dan di Pasren inilah Dewi Sri berdiam dan membaringkan diri. Sewaktu-waktu pula Dewi Sri akan pergi lagi dengan menaiki Burung Garuda. Kedatangan Dewi Sri dipercaya akan memberikan berkah serta kesuburan bagi kehidupan mereka.
Sepasang boneka loro blonyo biasanya diletakkan di depan senthong dimana Pasren berada. Pasangan boneka ini ditampilkan dengan busana dan tata rias bergaya paes ageng sebagaimana dipergunakan dalam upacara pengantin masyarakat Jawa. Loro blonyo menunjukkan makna yang hendak diberikan oleh kehadiran Dewi Sri, yaitu kesuburan.
Penghormatan kepada Dewi Sri selalu menyertakan simbol kesuburan seperti pasangan loro blonyo ini. Sementara figur Dewi Sri sendiri tidak pernah ditampilkan di dalam Pasren.
Teks & foto: Agus Yuniarso. Referensi: Katalog Pameran “ Seni Kriya Boneka Jawa : Loro Blonyo, Golek Gambyong dan Menak “, Bentara Budaya, Jakarta, 1993.