Selasa, 14 November 2006

Istilah Jeron Benteng biasa dipakai untuk menyebut kawasan di bagian dalam benteng yang mengelilingi Keraton Kasultanan Yogyakarta, yang menjadi situs pusaka budaya utama di Kota Jogja. Kawasan ini memiliki pola tata ruang yang khas, bangunan-bangunan bersejarah, serta pola tata nama yang masih lestari sejak pertama kali adanya sejak satu dua abad yang lampau.

Selain Keraton Kasultanan Yogyakarta yang sudah sangat termashur, apa yang menarik di kawasan Jeron Benteng ? Berbagai situs pusaka budaya dengan suasana menariknya dapat kita jumpai di kawasan Jeron Benteng. Yang paling menarik dan pantas dikunjungi pertama kali, sudah tentu adalah Pesanggrahan Tamansari.

Pesanggrahan Tamansari yang juga disebut watercastle adalah sebuah istana di atas air yang mulai dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758. Pada masa jayanya, Tamansari memiliki sekitar 57 bangunan, terdiri dari danau buatan, gedung, gapura, masjid, kolam, lorong, serta kebun-kebun yang ditanami bebuahan, bunga-bunga serta rempah-rempah. Meski sebagian besar bangunan sudah kehilangan wujudnya, namun sisa-sisa keindahan Tamansari masih bisa kita saksikan hingga hari ini.

Pasar Ngasem dapat kita jumpai hanya beberapa langkah dari Tamansari. Meski lebih dikenal sebagai pasar burung, Pasar Ngasem sebetulnya juga sebuah pasar yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari sebagaimana pasar tradisional pada umumnya.

Para pedagang pasar tradisional yang berdampingan langsung dengan para penjual burung, ikan hias dan berbagai binatang peliharaan, menciptakan keramaian khas yang hanya ada di Pasar Ngasem. Karena itulah pasar ini tidak pernah sepi dari pengunjung, sedari pagi hingga sore hari.

Alun-alun yang berada di sebelah selatan atau belakang Keraton ini, lazim disebut Alun-alun Kidul. Dahulu juga disebut dengan nama Alun-alun Pengkeran, yang artinya Alun-alun sebelah belakang. Pada jamannya, tempat ini menjadi ajang dimana para prajurit berlatih ketangkasan, ilmu beladiri atau menunggang kuda.

Ada sebuah kepercayaan, jika seseorang berhasil berjalan melintasi ruang diantara 2 Pohon Beringin dengan mata tertutup, maka keinginannya akan terkabulkan. Ini membuahkan atraksi khas di Alun-alun Kidul, yang dikenal dengan istilah Masangin.

Alun-alun Kidul tidak pernah sepi. Pada siang hari, sejumlah pedagang barang bekas atau klithikan berjajar menjajakan dagangannya. Setelah sore hari, alun-alun ini berubah menjadi arena olah raga. Pada saat yang sama, kebe-radaan kandhang gajah yang ada di sisi barat menjadi magnet bagi warga kota untuk menghabiskan waktu bersama anak-anaknya, dan menyulap tempat ini menjadi arena bermain bagi anak-anak. Malam hari pun suasana di Alun-alun Kidul tidak pernah sepi dengan sederetan pedagang lesehan yang menjajakan wedang ronde dan roti bakar.

Di seputar Jeron Benteng juga banyak jumpai sejumlah dalem, yaitu bangunan yang menjadi tempat tinggal para pangeran dan kerabat utama Sultan. Dalem-dalem itu biasanya diberi nama sesuai dengan nama bangsawan yang menempatinya.

Salah satunya adalah Dalem Kaneman yang dibangun pada tahun 1855 pada masa pemerintahan Sultan hamengku Buwono VII. Dalem yang berada di sebelah barat Tamansari ini, saat ini ditempati oleh Gusti Kanjeng Ratu Anom Brata, putri pertama Sultan Hamengku Buwono IX. Dalem ini sering digunakan untuk kegiatan seni tari klasik yang dikelola oleh Yayasan Among Beksa.

Tak seberapa jauh dari Dalem Kaneman terdapat Dalem Mangkubumen yang dibangun pada tahun 1865 oleh Sultan Hamengku Buwono VI sebagai tempat tinggal putra mahkota atau Pangeran Adipati Anom. Dalem ini sekarang dipergunakan sebagai kampus Universitas Widya Mataram.

Sementara Dalem Pakuningratan yang berada di sebelah timurnya, dibangun secara bertahap antara tahun1877 hingga 1921 pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII. Dalem ini juga mencatat sejarah sebagai tempat kelahiran Gusti Raden Mas Daradjatoen, yang kemudian bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono IX. Tempat ini juga pernah dipergunakan sebagai Kampus Akademi Seni Drama dan Film atau ASDRAFI yang legendaris itu.

Sejumlah dalem lainnya tersebar di sejumlah tempat di Kawasan Jeron Benteng. Sebagian masih berfungsi sebagai tempat tinggal para bangsawan Keraton. Sementara sebagian yang lainnya telah berpindah tangan dan berganti fungsi.

Suasana dan keberadaan perkampungan di Kawasan Jeron Benteng, juga menjadi salah satu wujud pusaka budaya Kota Jogja. Nama-nama kampung itu biasanya diambil dari nama dan tugas para abdi dalem Keraton. Abdi dalem yang menjalankan tugas sehari-hari di lingkungan Keraton, umumnya memang tinggal di dalam lingkungan benteng, agar mereka dapat segera hadir pada saat tenaganya dibutuhkan.

Abdi dalem yang bertugas untuk mempersiapkan teh atau minuman misalnya, tinggal di sebelah selatan Tamansari yang dikenal sebagai Kampung Patehan. Sementara abdi dalem silir yang bertugas merawat dan membersihkan perabotan rumah tangga seperti mebel dan lampu-lampu Keraton ditempatkan di sebelah timur Alun-alun Kidul yang dikenal sebagai Kampung Siliran. Begitu pun para pemelihara kuda atau gamel serta para penabuh tambur, yang tinggal di Kampung Gamelan dan Kampung Namburan.

Disini juga terdapat kampung yang dahulu diperuntukkan bagi tempat tinggal sebagian prajurit Keraton, yaitu Kampung Langenastran dan Kampung Langenarjan.

Sumber: Naskah video dokumenter “ Beginner’s Guide to Jogja “ (Sutradara: Agus Yuniarso; Produksi: Galeri Video Foundation, Yogyakarta, 2006; total durasi: 26 menit).
Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Subscribe
Boleh Juga Inc.