Di sela keramaian liburan akhir tahun 2013 lalu, wisatawan dan tamu yang mengunjungi Jogja mendapat suguhan istimewa dengan hadirnya de’Mata Trick Eye Museum di area XT Square Yogyakarta. Itulah sebuah wahana wisata baru, berupa museum gambar tiga dimensi yang semakin melengkapi daya tarik Yogyakarta sebagai destinasi wisata.
Soft launching museum yang terletak di area basement Gedung Umar Kayam di Pasar Kerajinan dan Kuliner XT Square Yogyakarta ini diresmikan oleh Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti pada Minggu, 22 Desember 2013.
de’Mata Trick Eye Museum menyajikan lebih dari 120 gambar dengan kesan tiga dimensi, baik berupa karya fotografi, hasil olah digital, maupun sejumlah lukisan asli. Semuanya terpajang rapi di dinding-dinding panel yang terangkai menjadi sekat-sekat berbentuk labirin di area full AC seluas tak kurang dari 1.500 meter persegi.
Dengan fasilitas pencahayaan yang terencana rapi, di depan gambar-gambar unik dan menarik ini, setiap pengunjung dapat bebas berpose dan mengabadikannya dengan kamera jenis apapun, termasuk kamera ponsel. Dengan mudah dan leluasa, mereka bahkan dapat mengunggahnya langsung ke dunia maya berkat tersedianya fasilitas wifi dengan kekutan sinyal yang memadai.
Selain menjadi wahana wisata baru, kehadiran museum ini juga bisa dibilang unik dan spektakuler. “Pameran gambar tiga dimensi ini menjadi yang pertama di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sementara keseluruhan museumnya boleh dikatakan menjadi satu-satunya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia,” ungkap FX. Petrus Kusuma, owner sekaligus pengelola de’Mata Trick Eye Museum.
Ide pendirian museum ini bermula dari pengalaman Petrus berkelana ke berbagai negara dan menyaksikan pameran serupa di beberapa kota besar di luar negeri. Di sejumlah negara, seperti Jepang, Cina, Hongkong, Singapura maupun Korea, pameran gambar tiga dimensi rata-rata hanya menampilkan tak lebih dari 100 gambar atau lukisan. Penyelenggaraannya pun bersifat insidental, hanya sebatas di pusat-pusat perbelanjaan atau ruang publik lainnya.
Dari sanalah kemudian muncul keinginan untuk mewujudkannya di tanah air dengan lebih istimewa. Dan Jogja yang pernah menjadi tempat Petrus menimba ilmu pun dipilih untuk mewujudkan gagasannya. “Dengan tampilan yang lebih permanen dan menampilkan gambar-gambar besar dengan jumlah yang jauh lebih banyak, tak salah kiranya kalau kami kemudian menyebut wahana ini sebagai sebuah museum,” tambah Petrus.
Di samping tergolong spektakuler, nilai tambah de’Mata Trick Eye Museum ada pada keunikan gambar tiga dimensi yang ditampilkan sesuai dengan tren terkini, dengan ukuran mulai dari 240 hingga 500 sentimeter. Sebagian besar gambar-gambar tersebut adalah kreasi Petrus Kusuma sendiri. Sebagian lainnya adalah karya sejumlah masiswa seni rupa di Yogyakarta.
Sajiannya sangat beragam, mulai dari tema flora, fauna, olahraga, tokoh ternama, superhero, roman, sirkus, ornamen, serta sejumlah karakter dan objek-objek lokal seperti geber wayang kulit, Pesanggrahan Tamansari dan Bangsal Kencono di Kraton Yogyakarta. Rencananya, untuk mengantisipasi kebosanan dan menarik minat pengunjung untuk datang kembali, gambar-gambar ini akan diganti dengan gambar baru secara berkala.
Kehadiran de’Mata Trick Eye Museum diharapkan menjadi magnet kedatangan wisatawan domestik maupun mancanegara di Kota Yogyakarta, khususnya di seputar area XT Square Yogyakarta. “Selain baru, museum ini juga menjadi wahana wisata alternatif yang tergolong unik sekaligus spektakuler,” kata Widihasto, Direktur Pemasaran dan Operasional Pasar Kerajinan dan Kuliner XT Square Yogyakarta.
Soft launching museum yang terletak di area basement Gedung Umar Kayam di Pasar Kerajinan dan Kuliner XT Square Yogyakarta ini diresmikan oleh Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti pada Minggu, 22 Desember 2013.
de’Mata Trick Eye Museum menyajikan lebih dari 120 gambar dengan kesan tiga dimensi, baik berupa karya fotografi, hasil olah digital, maupun sejumlah lukisan asli. Semuanya terpajang rapi di dinding-dinding panel yang terangkai menjadi sekat-sekat berbentuk labirin di area full AC seluas tak kurang dari 1.500 meter persegi.
Dengan fasilitas pencahayaan yang terencana rapi, di depan gambar-gambar unik dan menarik ini, setiap pengunjung dapat bebas berpose dan mengabadikannya dengan kamera jenis apapun, termasuk kamera ponsel. Dengan mudah dan leluasa, mereka bahkan dapat mengunggahnya langsung ke dunia maya berkat tersedianya fasilitas wifi dengan kekutan sinyal yang memadai.
Selain menjadi wahana wisata baru, kehadiran museum ini juga bisa dibilang unik dan spektakuler. “Pameran gambar tiga dimensi ini menjadi yang pertama di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sementara keseluruhan museumnya boleh dikatakan menjadi satu-satunya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia,” ungkap FX. Petrus Kusuma, owner sekaligus pengelola de’Mata Trick Eye Museum.
Ide pendirian museum ini bermula dari pengalaman Petrus berkelana ke berbagai negara dan menyaksikan pameran serupa di beberapa kota besar di luar negeri. Di sejumlah negara, seperti Jepang, Cina, Hongkong, Singapura maupun Korea, pameran gambar tiga dimensi rata-rata hanya menampilkan tak lebih dari 100 gambar atau lukisan. Penyelenggaraannya pun bersifat insidental, hanya sebatas di pusat-pusat perbelanjaan atau ruang publik lainnya.
Dari sanalah kemudian muncul keinginan untuk mewujudkannya di tanah air dengan lebih istimewa. Dan Jogja yang pernah menjadi tempat Petrus menimba ilmu pun dipilih untuk mewujudkan gagasannya. “Dengan tampilan yang lebih permanen dan menampilkan gambar-gambar besar dengan jumlah yang jauh lebih banyak, tak salah kiranya kalau kami kemudian menyebut wahana ini sebagai sebuah museum,” tambah Petrus.
Di samping tergolong spektakuler, nilai tambah de’Mata Trick Eye Museum ada pada keunikan gambar tiga dimensi yang ditampilkan sesuai dengan tren terkini, dengan ukuran mulai dari 240 hingga 500 sentimeter. Sebagian besar gambar-gambar tersebut adalah kreasi Petrus Kusuma sendiri. Sebagian lainnya adalah karya sejumlah masiswa seni rupa di Yogyakarta.
Sajiannya sangat beragam, mulai dari tema flora, fauna, olahraga, tokoh ternama, superhero, roman, sirkus, ornamen, serta sejumlah karakter dan objek-objek lokal seperti geber wayang kulit, Pesanggrahan Tamansari dan Bangsal Kencono di Kraton Yogyakarta. Rencananya, untuk mengantisipasi kebosanan dan menarik minat pengunjung untuk datang kembali, gambar-gambar ini akan diganti dengan gambar baru secara berkala.
Kehadiran de’Mata Trick Eye Museum diharapkan menjadi magnet kedatangan wisatawan domestik maupun mancanegara di Kota Yogyakarta, khususnya di seputar area XT Square Yogyakarta. “Selain baru, museum ini juga menjadi wahana wisata alternatif yang tergolong unik sekaligus spektakuler,” kata Widihasto, Direktur Pemasaran dan Operasional Pasar Kerajinan dan Kuliner XT Square Yogyakarta.