468x60bannerad

Jumat, 16 Desember 2011

Profil Lembaga JTC Jogja Tanggap Cepat

JTC Jogja Tanggap Cepat adalah sebuah lembaga partisipasi masyarakat yang bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan umum, khususnya dalam bidang pengelolaan informasi kebencanaan sebagai bagian dari upaya penanggulangan bencana, baik pada periode pra bencana, periode bencana (tanggap darurat) maupun pasca bencana.

JTC Jogja Tanggap Cepat berkedudukan di KotaYogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Indonesia. Keanggotaannya bersifat terbuka, independen dan profesional tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, dan golongan maupun perbedaan keanggotaan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.

JTC Jogja Tanggap Cepat didirikan pada tanggal 5 November 2010 oleh sejumlah elemen masyarakat lokal di Kota Yogyakarta sebagai bentuk reaksi ‘tanggap cepat’ pasca peristiwa Erupsi Gunung Merapi di akhir bulan Oktober 2010. Sebagai sebuah jaringan kerja, organisasi non formal ini melakukan koordinasi dan distribusi bantuan logistik serta upaya-upaya penanganan informasi kebencanaan dalam rangka pemulihan citra Kota Yogyakarta, sekaligus membangkitkan kembali semangat warga masyarakatnya.

Menjelang legalisasi kelembagaannya pada bulan Januari 2011, tercatat lebih dari 50 organisasi, instansi dan lembaga lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta telah tergabung dalam jaringan JTC Jogja Tanggap Cepat yang saling bergandengan tangan dalam partisipasi penanganan bencana, pemulihan citra Kota Yogyakarta, sekaligus membangkitkan kembali semangat warga masyarakatnya.

Latar Belakang Lembaga

Pendirian JTC Jogja Tanggap Cepat dilatabelakangi oleh sejumlah hal sebagai berikut:

  1. Bahwa setiap orang berkewajiban untuk menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.
  2. Bahwa setiap orang berhak untuk: mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat yang rentan bencana.
  3. Bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
  4. Bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.
  5. Bahwa setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.
  6. Bahwa upaya penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana, terkoordinasi dan terpadu.

Tujuan, Visi dan Misi Lembaga

Tujuan utama pendirian JTC Jogja Tanggap Cepat adalah: “Menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat dalam mendukung upaya-upaya penanggulangan bencana, baik pada periode pra bencana, periode bencana (tanggap darurat) maupun pasca bencana, khususnya dalam bidang informasi kebencanaan”

Visi yang hendak dicapai adalah terwujudnya “Masyarakat Informasi dalam Kerangka Sadar Bencana”, sebuah kondisi masyarakat yang ‘melek’ informasi, yang mampu memilih dan memilah informasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya, serta memiliki pola dan kebijakan dalam mengkonsumsi informasi, khususnya yang terkait dengan upaya-upaya penanggulangan bencana.

Untuk mencapai tujuan tersebut, JTC Jogja Tanggap Cepat mengemban misi sebagai berikut:

  1. Mengumpulkan dan menyediakan basis data dan informasi pendukung upaya-upaya penanggulangan bencana yang dilakukan secara sistematis, cepat dan akurat, baik pada periode pra bencana, periode bencana (tanggap darurat) maupun pasca bencana.
  2. Menyebarluaskan pengetahuan dan informasi kebencanaan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan bencana yang dilakukan secara berjenjang sesuai dengan urgensi dan tingkat kebutuhan khalayak potensialnya yang dilakukan secara terencana dan sistematis melalui berbagai media dan metoda komunikasi.
  3. Memastikan bahwa pengetahuan dan informasi kebencanaan akan mudah diakses sesuai dengan urgensi dan tingkat kebutuhan khalayak potensialnya dan memiliki daya guna dalam menciptakan perubahan, pengambilan keputusan serta pengambilan tindakan segera terkait dengan proses penanggulangan bencana.
  4. Memprakarsai dan membina terbentuknya jaringan informasi penanggulangan bencana.

Kegiatan & Program Kerja Lembaga

Dalam upaya mencapai visi dan melaksanakan misi yang diembannya, JTC Jogja Tanggap Cepat merancang dan melaksanakan serangkaian kegiatan dan program kerja yang secara umum terdiri dari 5 kelompok kegiatan, yaitu:

  1. Pengelolaan Sistem Informasi: Upaya untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menganalisis informasi kebencanaan yang ditujukan untuk mendukung proses penanggulangan bencana, baik pada tahap pra bencana, saat terjadinya bencana (tanggap darurat) maupun pasca terjadinya bencana, antara lain meliputi: potensi dan zona bencana, penanganan korban bencana, distribusi logistik, mobilisasi dan koordinasi relawan, serta pengelolaan kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam proses penanggulangan bencana.
  2. Diseminasi Informasi: Upaya dan mekanisme penyebarluasan pengetahuan dan informasi kebencanaan dalam rangkaian proses penanggulangan bencana yang dilakukan secara berjenjang sesuai dengan urgensi dan tingkat kebutuhan khalayak potensialnya. Proses ini dilaksanakan secara terencana dan sistematis melalui berbagai media dan metoda komunikasi.
  3. Produksi Media Informasi: Pengembangan berbagai format media dan metoda komunikasi penunjang ketersediaan informasi kebencanaan.
  4. Jaringan Informasi: Bekerjasama dan membangun jejaring bersama berbagai elemen masyarakat untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan bencana, khususnya dalam bidang informasi kebencanaan.
  5. Community Developments: Berbagai kegiatan pelayanan kesejahteraan umum dan pengembangan komunitas di wilayah rawan bencana, baik pada tahap pra bencana, saat terjadinya bencana (tanggap darurat) maupun pasca terjadinya bencana.

Teks: Agus Yuniarso untuk JTC Jogja Tanggap Cepat.

Minggu, 18 September 2011

Jemparingan Jawi Mataram dalam Iringan Gendhing Pandhelori


Dari arena Lomba Panahan Tradisional Rutin Selasa Wage dalam rangka Tingalan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X, 13 September 2011, bertempat di halaman Kemandhungan Kidul, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Rabu, 20 Juli 2011

Dari Festival Bentara Upacara Adat 2011



Untuk kedua kalinya, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY menggelar Festival Bentara Upacara Adat, Minggu, 17 Juli 2011 lalu. Festival yang digelar di Alun-alun Utara Keraton Kasultanan Yogyakarta, menyajikan kembali sejumlah ritual adat dalam kemasan atraksi pariwisata.

Harapannya, seniman dan masyarakat lokal secara kolektif dapat memanfaatkan ruang kreatif yang tersedia sebagai wahana ekspresi seni budaya. Sementara masyarakat umum yang hadir dapat menikmati, menghayati dan mengapresiasinya sebagai wujud cinta dan peran sertanya dalam pelestarian budaya lokal.

Festival ini menyajikan 5 kontingen yang mewakili setiap kabupaten / kota di Provinsi DIY, yaitu: Upacara Adat Majemukan ‘Merti Desa Garebeg Silarong’ (Kabupaten Bantul), Saparan dan Kirab Pusaka Ki Ageng Wonolelo (Kabupaten Sleman), Napak Tilas Perjuangan ‘Nyi Ageng Serang’ (Kabupaten Kulon Progo), Rasulan Ruwat Bumi Desa Jerukwudel (Kabupaten Gunung Kidul) dan Sadranan Komunitas ‘Saeko Kapti’ (Kota Yogyakarta).






Teks & foto: Agus Yuniarso, untuk Kratonpedia.com.

Jumat, 15 Juli 2011

Stasiun Jember, Simpul Jaringan Kereta Api di Ujung Timur Jawa



Stasiun Jember (+89m dpl) adalah salah satu stasiun kereta api penting dalam lintasan sejarah perkerataapian di Indonesia.

Stasiun ini dibangun pada tahun 1897 oleh Staats Spoorwegen (SS), salah satu perusahaan kereta api di zaman pemerintahan Hindia Belanda, untuk melayani kebutuhan transportasi hasil bumi di wilayah Jember dan sekitarnya.

Pada masa itu, Komoditas perkebunan seperti gula, karet dan tembakau diangkut dari Stasiun Jember menuju Pelabuhan Panarukan di wilayah Situbondo untuk selanjutnya diangkut dengan kapal api menuju Kota Rotterdam di Belanda.

Bangunan yang ada saat ini merupakan kombinasi antara hasil renovasi dengan bentuk aslinya yang sudah ada lebih dari seabad lalu, berupa bangunan utama yang memanjang dengan sejumlah ruangan yang berjajar menghadap rel. Denah bangunan stasiun yang sederhana ini lazim disebut sebagai Stasiun Satu Sisi.

Emplasemen-nya terdiri dari 2 peron dan 2 jalur kereta api yang dipisahkan oleh sebuah peron tambahan. Peron pertama menjadi bagian dari bangunan utama stasiun dengan atap berbentuk pelana yang ditopang kolom kayu dengan konstruksi yang menyerupai payung. Sementara peron kedua yang terpisah memiliki bentuk kanopi memanjang yang ditopang kolom baja tunggal.

Saat ini, Stasiun Jember yang terletak di Jl. Dahlia No. 2, Jemberlor, Patrang, Jember, menjadi stasiun penting di wilayah Jawa Timur karena menjadi pusat kegiatan PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi (Daop) 9 yang mengatur stasiun dan perjalanan kereta api dari Stasiun Bangil di wilayah Pasuruan (ujung barat) hingga Stasiun Banyuwangi (ujung timur).

Rangkaian kereta api yang melintasi stasiun ini diantara: Mutiara Timur (Eksekutif / Bisnis jurusan Surabaya Gubeng-Banyuwangi Baru pp.), Logawa (Ekonomi, jurusan Jember-Purwokerto pp.), Sri Tanjung (Ekonomi, jurusan Yogyakarta Lempuyangan-Banyuwangi Baru pp.), Tawang Alun (Ekonomi, jurusan Malang-Banyuwangi Baru pp.), Probowangi (Ekonomi, jurusan Probolinggo-Banyuwangi Baru pp.), dan Pandanwangi (Ekonomi, Jurusan Jember-Banyuwangi Baru pp.).

Teks: Agus Yuniarso; Referensi: Indonesian Heritage Railway; Foto Stasiun Jember tempo doeloe diperoleh dari Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute (KIT) via Wikipedia Indonesia, dengan lisensi Creative Commons.

Kamis, 12 Mei 2011

Di Jogja Ada 2 Museum Sono Budoyo



Museum Sonobudoyo didirikan oleh Yayasan Java Institut, sebuah organisasi di bidang kebudayaan Jawa yang anggota-anggota merupakan campuran antara orang-orang kulit putih dan Indonesia.

Pendirian museum ini merupakan hasil keputusan Kongres Java Institut di Surakarta pada tahun 1931 dan mulai dibuka setelah diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tanggal 6 November 1935. Peresmiannya ditandai dengan ornamen simbolik dengan candrasengkala ‘Kayu Winayangan ing Brahmana Budha’ yang bermakna tahun 1866 Jawa atau 1935 Masehi.

Bangunan Museum Sonobudoyo diracang oleh Thomas Karsten, seorang arsitek terkemuka yang banyak membuat rancangan arsitektur bangunan di Jawa. Lokasi museum menempati bekas kantor ‘Schauten’ yang berada diantara deretan Bangsal Pangurakan, di sisi barat laut Alun-alun Utara Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Dalam perkembangannya, museum ini diperluas dengan membeli tanah milik penduduk dan orang Eropa di tepi Jalan Pangurakan atau sekarang dikenal sebagai Jalan Trikora.

Koleksi awal museum ini terkumpul dari seluruh penjuru Pulau Jawa, Madura, Bali, bahkan sebagian berasal dari Lombok, Sulawesi dan Kalimantan. Setelah melampaui setengah abad usianya, jumlah koleksinya mencapai lebih dari 40.000 buah yang terbagi dalam 10 katagori koleksi, sehingga ruang yang ada dianggap kurang mencukupi.

Pada tahun 1998, perluasan ruang pameran dilakukan dengan menempati nDalem Harjokusuman atau nDalem Condrokiranan di Kampung Wijilan, sebelah timur Alun-alun Utara. Museum Sonobudoyo Unit II ini diresmikan pada tanggal 28 Oktober 1998 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Jadi sebetulnya ada 2 kompleks Museum Sono Budoyo yang dapat dikunjungi. yang pertama di sebelah utara Alun-alun Utara seperti yang telah banyak dikenal selama ini, dan yang kedua di nDalem Condrokiranan, sebelah timur Alun-alun Utara.

Museum Sono Budoyo buka dan dapat dikunjungi setiap hari. Pada hari Selasa – Kamis buka pada jam 07.00-14.30 wib, hari Jum’at jam 07.00-11.00 wib, dan hari Sabtu – Minggu pada jam 07.30-13.00 wib. Pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp. 3.000,00.

Teks & foto: Agus Yuniarso

Rabu, 09 Februari 2011

Pasren, Simbol Penghomatan Kepada Dewi Kesuburan


Pasren di ruang utama Museum Sono Budoyo, Yogyakarta.

Pasren
atau Petanen adalah salah satu bagian dalam rumah tradisional Jawa tempo doeloe. Sebuah ruang yang menjadi wujud penghormatan ritual orang Jawa kepada Sang Hyang Sri Nyi Pohaci atau Dewi Sri.

Pada jaman dahulu, para petani Jawa percaya bahwa kemakmuran hidup dan keberhasilan panen mereka sangat tergantung pada kemurahan Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan dan Dewi Padi. Untuk itu mereka menyediakan tempat khusus di dalam rumah mereka yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal Dewi Sri.

Dalam sebuah rumah, Pasren terletak di senthong atau bilik sebelah belakang atau tengah. Di dalamnya diletakkan sebuah amben atau dipan (tempat tidur) dan diatapi dengan robyong atau hiasan kain lipat. Amben ini dilengkapi dengan kasur, bantal dan guling yang berlukiskan bunga-bungaan, disertai dengan langse atau kelambu.

Di depan Pasren diletakkan wadah untuk menyimpan beras yang disebut pedharingan, kendi, dian minyak kelapa yang disebut jlupak, sepasang lampu sewu, serta kecohan. Sebuah ukiran atau gambar Burung Garuda dipasang di sisi atas amben.

Para petani Jawa percaya, bahwa sewaktu-waktu Dewi Sri berkenan turun ke rumah mereka. Dan di Pasren inilah Dewi Sri berdiam dan membaringkan diri. Sewaktu-waktu pula Dewi Sri akan pergi lagi dengan menaiki Burung Garuda. Kedatangan Dewi Sri dipercaya akan memberikan berkah serta kesuburan bagi kehidupan mereka.

Sepasang boneka loro blonyo biasanya diletakkan di depan senthong dimana Pasren berada. Pasangan boneka ini ditampilkan dengan busana dan tata rias bergaya paes ageng sebagaimana dipergunakan dalam upacara pengantin masyarakat Jawa. Loro blonyo menunjukkan makna yang hendak diberikan oleh kehadiran Dewi Sri, yaitu kesuburan.

Penghormatan kepada Dewi Sri selalu menyertakan simbol kesuburan seperti pasangan loro blonyo ini. Sementara figur Dewi Sri sendiri tidak pernah ditampilkan di dalam Pasren.

Teks & foto: Agus Yuniarso. Referensi: Katalog Pameran “ Seni Kriya Boneka Jawa : Loro Blonyo, Golek Gambyong dan Menak “, Bentara Budaya, Jakarta, 1993.

Sabtu, 01 Januari 2011

Pajimatan Imogiri, Makam Para Raja Dinasti Mataram Islam


Miniatur kompleks makam Pajimatan Imogiri yang terdapat di Museum Radya Pustaka, Solo. Miniatur serupa juga terdapat di Museum Sono Budoyo, Yogyakarta.

Dalam berbagai peradaban di seluruh penjuru dunia, tempat-tempat yang tinggi lazim diidentikkan dengan kemuliaan, keluhuran dan keabadian, disamping kedekatan dengan Sang Pencipta. Demikian pula halnya dengan Pajimatan Imogiri yang menjadi peristirahatan terakhir para raja dari Dinasti Mataram Islam.
Copyright © Catatan Agus Yuniarso - Except where otherwise noted, content on this site is licensed under Creative Commons license.